Cerita Dibalik Operasi Cabut Pen Patah Tulang Dilengan Kanan

Sehat itu mahal! Kalimat itu memang benar adanya, setahun setengah yang lalu, saya mengalami jatuh dari motor, sehingga mengakibatkan tulang besar di lengan saya patah. Langkah pertama, saya dibawa ke ahli tulang terdekat, namun saya tidak begitu yakin jika patah tulang saya ini ditangani dengan metode traditional seperti itu. Karena saya berfikiran, ada banyak aktifitas yang harus saya lakukan sendiri nanti menggunakan tangan kanan. Saya rasa, jika pemulihan dilakukan secara traditional seperti ini, kita tidak mengetahui kondisi patahan tulang seperti apa,dan jika di biarkan, saya takut juga tulang saya kembali menyatu dalam kondisi yang tidak normal. Bisa karena gerakan yang tidak sengaja ketika tidur, atau bisa dari penyebab aktifitas lainnya, Berdasarkan beberapa artikel di internet, proses menyatunya tulang itu memakan waktu tidak kurang dari tiga minggu, saya tidak mingkin hanya diam saja selama itu. Akhirnya saya putuskan untuk memasang pen di lengan saya ini.
Proses oprerasi pasang pen ini berlangsung sekitar 2 jam, pada saat itu saya dibius total sehingga tidak merasakan ngerinya operasi ini. Setelah sadarkan diri, pengaruh bius masih ada pada diri saya, masih tidak terasa sakitnya. Namun keesokan harinya, kira-kira jam 3 pagi, saya merasakan sakit yang luar biasa, mau teriak malu dengan pasien lain, ya sudah lah saya gigit sprei sekitar saya saja untuk membungkam mulut saya, hehe.
Hari ini, Minggu 18 Desember 2016 saya mendaftakan diri saya ke  RSUD Gunung Jati Cirebon berencana mencabut pen yang kurang lebih satu setengah tahun menempel di lengan kanan saya. Saya menggunakan asuransi BPJS untuk operasi ini. Proses pendaftaran dan lika-liku menggunakan BPJS bisa dibaca disini.
Sebelum operasi bedah pencabutan pen dilengan  saya ini, terlebih dahulu saya diambil darah nya dulu. Pengambilan darah ini bertujuan untuk pengecekan kondisi darah saya, apakah dalam kondisi baik atau tidak. pengambilan darah dilakukan di siku, jari tengah dan telinga. Rasanya tidak sesakit yang saya bayangkan sebelumnya, mungkin karena suntik-suntik jaman sekarang sudah canggih? Atau biusnya yang dosis tinggi, mungkin?. Pengambilan darah ini juga ditujukan untuk mencocokkan persediaan darah cadangan, karena setiap akan melakukan operasi, setiap pasien wajib memiliki cadangan darah dari para donor darah, untuk mengantisipasi kekurangan darah saat eksekusi operasi nanti.
Setelah di ambil sampel darah, kemudian saya dibawa ke ruang rontgen. Untuk diambil foto terakhir dari tulang saya yang di pen sebelumnya. Ruangan rontgen ini mengingatkan saya pada film Power Rangers, saat masih kanak-kanak dulu. hehe, Ada sebuah mesin photo yang besar (gak tau namanya) dan saya pun harus berada di posisi yang tepat saat photo diambil. Ingat, jangan bergerak sedikitpun ya, nanti gambarnya blur😜.
Akhirnya saya dipersilahkan untuk istirahat di ruang rawat inap, kebetulan saya berada di ruang rawat inap kelas III, Diruangan ini full oleh 5 pasien, dengan keluhan tulang semua. Disini saya yang tampak paling sehat dan bisa loncat kesana kemari, hihi, maklum yang lainnya baru sakit, karena kecelakaan rata-rata. Oleh karena itu, iika kita sudah merasa lupa akan nikmat sehat, saran saya kita berkunjung kerumah sakit. Disini kita bisa tiba-tiba sadar akan pentingnya kesehatan. Dan tidak melupakan nikmat yang diberikan Allah SWT.
Dari dini hari tadi, kurang lebih pukul 00.15 WIB, sedang enak-enaknya tidur, tiba-tiba saya di grebek sejumlah perawat RS, yang hendak memasang infus di lengan kiri saya. Hmm paling jengkel deh dipasang infus ini, ribet mau kemana-mana,hihi. Para perawat ini juga menyampaikan pesan ke saya agar tidak makan dan minum (puasa) dimulai dari jam 02.00 dini hari,sampai sebelum berlangsungnya operasi.
Detik-detik menjelang oprradipun tiba, untuk lebih memastikan kondisi saya stabil atau tidaknya, para perawat mengecek kembali tekanan darah saya, kemudian mereka juga mengecek alergi saya, dengan menusukkan jarum yang sudah di beri serum alergi, dan alhamdulillah tekanan darah saya normal serta tusukan jarum pengecekan alergi hasilnya negatif, sehingga operasi bisa dilngsungkan hari itu juga. Dengan infus yang masih menggantung, saya dibawa oleh suster ke ruang operasi menggunakan kursi roda, pikir saya, saya jalan saja, toh bisa jalan ini, daripada malu dilihatin orang-orang diangkut menggunakan kursi roda, hehe.
Setibanya di ruang operasi, suasana mulai mencekam, perasaan pun makin tidak karuan. Saya disuruh berbaring di ranjang berjalan (banker) dan diarahkan k tempat dengan berbagai mesin  operasi. Yang paling nakutin lampu-lampu besar digaantung, tepat di atas dada saya, jempol saya pun dijepit, sepertinya buat cek detak jantung kali ya? karena disamping ranjang ada alat pendeteksi detak jangtung. Dan disitu pula ditampilkan foto terakhir hasil rontgen lengan saya, Saat melihat foto tersebut saya berkomentar, "Kok tulangnya membesar dok, dibagian patahannya?" (Karena tulang patahannya itu agak sedikit melembung). Jawab sang dokterpun santai, "Memang rata-rata tulang yang patah itu akan tersambung seperti itu, tidak akan sama seperti semula".
Sambil ngobrol-ngobrol dengan dokter, asisten dokter pun menyuntikkan cairan bius kepada saya, sehingga tiba-tiba saya pIngsan tak sadarkan diri.
Proses operasipun berlangsung begitu saja, hingga suatu saat, saya sadar tidak-sadar diangkat oleh para pengoperasi dan dipakaikan kembali pakaian saya. Dan saat saya di prrjalanan kembali ke ruang rawat inap, jiwa saya antara sadar tak sadar. Saya merasakan semua perubahan terhadap tubuh saya, tapi fikiran saya tidak merespon sama sekali. Itu adalah efek penyadaran diri dari pengaruh bius, menurut saya.
Setelah operasi selesai, perawatan saya di rumah sakit berlangsung hingga dua hari setelah operasi.Setiap hari cairan infus diganti 2 kali sehari. Pemasukan obat pereda nyeri dan anti biotik di suntikkan melalui selang infus juga 2 kali sehari. Rasanya sangat tidak betah, dan bosan di ruang rawat ini, karena dikelilingi orang-orang yang sedang sakit, jadi bawaannya ikut sakit.
Akhirnya setelah dinyatakan oke oleh dokter, pelepasan infus dan selang pembuangan darah sisa operasipun di lakukan, surat keterangan dan obat diberikan oleh perawat, dan saya diperbolehkan untuk pulang, dan melakukan check up seminggu kemudian, untuk pencabutan benang jahitan operasi.
Operasi Cabut Pen
Pen yang di cabut dari tubuh saya

Demikian serangkaian cerita operasi angkat pen akibat patah tulang di lengan saya. Pada intinya kita tidak usah takut untuk melakukan operasi pencabutan pen ini. Karena rasanya tidak sesakit ketika kita operasi pasang pen nya. Lagipula besi yang bersarang di tubuh kita itu merupakan benda asing, yang lama kelamaain tidak baik juga jika terus tertanam pada tubuh kita. Yang penting dengan niat dan hilangkan kecemasan, itulah kunci utama dan sebagai motivasi mendapatkan perbaikan kesehatan di masa mendatang.

3 komentar:

  1. Terima kasih sudah berbagi pengalaman..bermanfaat sekali sebagai referensi bagi saya yg 2 hari lagi mau dilepas pen..

    BalasHapus
  2. Asslamualaikum mau tanya kalau habis oprasi patah tulang trus pasang pen , cabut pen brapa tahun.. terimakasih

    BalasHapus
  3. terima kasih infonya sangat bermanfaat, anak saya (10 thn) jatuh main sepeda dan tulang patah di tangan kirinya, dokter menyarankan operasi pasang pen supaya kembali lurus semula, alternatif non bedah bisa pasang gips namun kemungkinan ada bentuk bengkok, apakah lebih tepat operasi pasang pen saja pada anak 10 thn ya

    BalasHapus

Jangan ragu untuk menuliskan komentar anada disini! I will reply asab